Perbedaan secara ringkas antara ekonomi linear dan ekonomi sirkular
Ekonomi Linier | Ekonomi Sirkular | |
Tahap | ambil – buat – buang | kurangi- pakai ulang – daur ulang |
Fokus | Eko-efisiensi | Eko-efektifitas |
Batasan Sistem | jangka pendek dari penjualan | jangka panjang, beberapa siklus |
Pakai Ulang | downcycling | upcycling, cascading, recycling |
Model Bisnis | Fokus pada produk | Fokus pada layanan |
Ekonomi sirkular pada dasarnya berbeda dengan ekonomi linier. Sederhananya, dalam ekonomi linier kita menambang bahan mentah yang kita olah menjadi produk yang dibuang setelah digunakan. Dalam ekonomi sirkular, kami menutup siklus semua bahan mentah tersebut. Menutup siklus ini membutuhkan lebih dari sekedar daur ulang. Hal ini mengubah cara di mana nilai diciptakan dan dilestarikan, bagaimana produksi menjadi lebih berkelanjutan dan model bisnis apa yang digunakan. Aspek-aspek tersebut dijelaskan lebih rinci di bawah ini.
Dari bahan mentah baru hingga pelestarian nilai
Sistem sirkular dan sistem linier berbeda satu sama lain dalam cara di mana nilai diciptakan atau dipertahankan. Perekonomian linier biasanya mengikuti rencana langkah demi langkah “ambil-buat-buang”. Artinya bahan mentah dikumpulkan, kemudian diolah menjadi produk yang dapat digunakan hingga akhirnya dibuang sebagai sampah. Nilai diciptakan dalam sistem ekonomi ini dengan memproduksi dan menjual produk sebanyak mungkin.
Apa lagi yang ada dalam ekonomi sirkular? Ekonomi sirkular mengikuti pendekatan 3R: mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang. Penggunaan sumber daya diminimalkan (dikurangi). Penggunaan kembali produk dan suku cadang dimaksimalkan (reuse). Dan yang tak kalah pentingnya, bahan mentah digunakan kembali (daur ulang) dengan standar yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan barang dengan lebih banyak orang, misalnya mobil bersama. Produk juga dapat diubah menjadi layanan, seperti Spotify yang menjual lisensi mendengarkan, bukan CD. Dalam sistem ini, nilai diciptakan dengan berfokus pada pelestarian nilai.
Dari eko-efisiensi hingga eko-efektifitas Perspektif mengenai keberlanjutan dalam ekonomi sirkular berbeda dengan ekonomi linier. Saat menggarap keberlanjutan dalam ekonomi linier, fokusnya adalah pada eko-efisiensi, yang berarti kita berusaha meminimalkan dampak ekologis untuk mendapatkan hasil yang sama. Hal ini akan memperpanjang periode kelebihan beban sistem (Di Maio, Rem, Baldï, dan Polder, 2017). Dalam ekonomi sirkular, keberlanjutan diupayakan dalam meningkatkan efektivitas lingkungan dari sistem. Artinya, tidak hanya dampak ekologis yang diminimalkan, namun dampak ekologis, ekonomi, dan sosial pun positif (Kjaer, Pigosso et al., 2019). Ketika kita fokus pada eko-efektivitas untuk menciptakan dampak positif, kita memperkuat sistem ekologi, ekonomi, dan kemasyarakatan dengan memanfaatkannya. Kita dapat mengilustrasikan perbedaan antara eko-efisiensi dan eko-efektivitas dengan contoh produksi daging sapi. Memelihara sapi untuk diambil dagingnya menghasilkan emisi gas metana, gas rumah kaca yang kuat. Dalam ekonomi linier, produksi daging sapi dibuat lebih berkelanjutan dengan mengubah cara pemberian pakan pada sapi, sehingga sapi mengeluarkan lebih sedikit gas metana untuk jumlah daging yang sama. Hal ini membuat produksi menjadi lebih ramah lingkungan. Dalam ekonomi sirkular, produksi dibuat lebih berkelanjutan dengan tidak membuat daging sapi dari sapi, namun misalnya dengan menciptakan pengganti daging. Sebagai pengganti daging sapi, ditanam tanaman yang berkontribusi terhadap keanekaragaman hayati, lapangan kerja, dan pengelolaan lanskap. Dengan cara ini, dampak ekologis, ekonomi dan sosial dari produksi ‘daging sapi’ meningkat.
Untuk mencapai efektivitas lingkungan, aliran sisa harus digunakan kembali untuk fungsi yang sama (daur ulang fungsional) atau bahkan lebih tinggi (daur ulang) dari fungsi asli bahan tersebut. Hasilnya, nilainya dipertahankan sepenuhnya atau bahkan ditingkatkan. Misalnya: kita menggiling beton menjadi butiran yang digunakan untuk menghasilkan dinding yang sama atau lebih kuat. Hal ini berbeda dengan perekonomian linear. Sistem yang ramah lingkungan biasanya bekerja pada daur ulang (downcycling): suatu produk digunakan kembali untuk aplikasi tingkat rendah yang mengurangi nilai material dan menyulitkan penggunaan kembali aliran material (Bocken, Bakker & De Pauw, 2015; Yayasan Ellen MacArthur, 2014). Misalnya: residu beton diolah menjadi aspal di permukaan jalan. Aspal ini nilainya lebih rendah dan lebih sulit untuk diolah dan/atau digunakan kembali. Model bisnis lainnya Model linier menangani bahan mentah dengan cara yang tidak efisien, karena penekanannya bukan pada konservasi bahan mentah. Dalam ekonomi sirkular, hal inilah yang menjadi fokusnya. Artinya model bisnis lain juga digunakan dalam ekonomi sirkular, dengan lebih menekankan pada jasa dibandingkan produk. Contoh model yang memfasilitasi transisi menuju ekonomi sirkular adalah kombinasi produk-jasa (Product-As-A-Service System), yang dipandang sebagai model untuk mengintegrasikan produk dan layanan (Michelini, Moraes & Cunha et al. , 2017). Contoh luas dari kombinasi produk-layanan adalah sistem printer Xerox, di mana perusahaan menerima printer secara gratis dan membayar per salinan. Sistem ini sangat cocok dengan ekonomi sirkular, karena sebagai produsen, Xerox berkepentingan untuk memastikan printer dapat bertahan lama, dengan dapat memperbaiki dan memperbaruinya. Dalam sistem penjualan linier, produsen seringkali mendapatkan keuntungan jika produknya cepat rusak sehingga dapat menjual produk baru.