Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang mengimplementasikan nilai dan prinsip dasar syariah, bersumber dari ajaran agama islam nilai dan prinsip syariah yang berlaku universal dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kegiatan ekonomi dan keuangan. [Dadang2020]
Ekonomi Islam adalah cabang pengetahuan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka sesuai dengan ajaran Islam tanpa terlalu membatasi kebebasan individu, mewujudkan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkelanjutan [Umer Chapra 2000]
Nilai Dasar
Nilai dasar yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi lain adalah sebagai berikut:
Kepemilikan
Keadilan dalam berusaha
Kerja sama dalam kebaikan
Pertumbuhan yang seimbang
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Prinsip ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
Pengendalian harta individu
Distribusi pendapatan
Optimalisasi bisnis
Transaksi keuangan
Partisipasi sosial
Transaksi muamalah
Karakteristik Ekonomi Islam
Adil
Tumbuh sepadan
Bermoral
Beradab
Tujuan Ekonomi Islam
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
Referensi
[Dadang2020] Dadang Muljawan, Priyonggo Suseno, Wiji Purwanta,Jardine A. Husman, Diana Yumanita, Muh. Nurdin B., Budi Hartono, Khairanis, Syaerozi, Wawan Kusumah, Suci Permata Dewi, Ekonomi Syariah Untuk Sekolah Menengah Atas Kelas X, Bank Indonesia, Jakarta 2020. https://www.bi.go.id/id/edukasi/Documents/BUKU%20EKSYAR%20SMA.pdf
Chapra M Umer (2000), Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani Press.
Ekonomi Sirkular di Indonesia telah dirintis oleh berbagai pihak:
Pemerintah
Industri
Akademisi
Lembaga Swadaya Masyarakat
Pemerintah
Pemerintah terutama membuat regulasi dan memberi insentif.
Memahami Konsep Ekonomi Sirkular dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi yang Berkelanjutan
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi konsep ekonomi sirkular sebagai bagian dari upaya Pemulihan Ekonomi Nasional. Transformasi ke arah ekonomi sirkular bertujuan untuk mengurangi dampak kegiatan ekonomi terhadap lingkungan dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Ekonomi sirkular fokus pada reducing, reusing, dan recycling, dengan tujuan mengurangi konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah. Ini melibatkan perubahan dalam desain bahan baku, produk, dan proses produksi untuk memungkinkan daur ulang dan siklus penggunaan yang lebih panjang.
Komitmen Ganjar, Libatkan Anak Muda Kembangkan Ekonomi Sirkular
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, berkomitmen untuk mengembangkan ekonomi sirkular dengan melibatkan generasi muda kreatif. Ekonomi sirkular menjadi tren yang dapat mengatasi masalah lingkungan. Generasi muda sangat tertarik pada isu lingkungan dan berusaha mengolah sumber daya yang ada untuk menciptakan produk yang lebih baik. Contohnya, pengolahan sampah menjadi produk yang bernilai dengan bahan-bahan yang biasanya dibuang. Prakarsa pengembangan ekonomi sirkular di Jawa Tengah mendapatkan perhatian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI. Provinsi Jawa Tengah juga serius dalam mengembangkan energi baru terbarukan dengan banyaknya desa mandiri energi (DME). Ganjar Pranowo menekankan bahwa penghargaan bukanlah tujuan utama, melainkan dampak positif program tersebut pada masyarakat. [Tautan]
Industri
Implementasi ekonomi sirkular dalam skala besar
Akademisi
Perguruan tinggi menulis karya-karya ilmiah tentang ekonomi sirkular.
Webinar Membangun Ekonomi Sirkular Menuju Lingkungan Cerdas”
Dalam webinar “Membangun Ekonomi Sirkular Menuju Lingkungan Cerdas,” yang diselenggarakan oleh Smart City and Community Innovation Center (SCCIC), Dr. Yuliani Dwi Lestari dari ITB berbicara tentang model ekonomi sirkular untuk kota berkelanjutan. Dia memulai dengan membahas kualitas udara di Indonesia dan sektor energi sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di wilayah perkotaan. Selain itu, dia menyoroti konsep ekonomi linear yang masih menghasilkan limbah tak terdaur ulang dan menggambarkan manfaat ekonomi sirkular yang memungkinkan penggunaan barang yang selalu berputar sehingga limbah dapat dimanfaatkan kembali. Ekonomi sirkular dianggap sebagai faktor penting dalam mewujudkan kota berkelanjutan dengan fokus pada pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan. Jakarta, sebagai perwakilan Indonesia, menempati peringkat 83 dari 100 negara dalam Sustainable Cities Index 2022, menunjukkan kompleksitas pengembangan kota berkelanjutan. Yuliani menekankan perlunya roadmap dan strategi yang jelas dalam mewujudkan kota berkelanjutan yang berfokus pada ketiga pilar tersebut. Tantangan kompleksitas perwujudan kota berkelanjutan harus dihadapi secara gradual dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. [Tautan]
Peran adanya ekonomi sirkular adalah sebagai berikut:
Melindungi alam lingkungan dari kerusakan. Penggunaan kembali dan daur ulang produk akan memperlambat penggunaan sumber daya alam, mengurangi gangguan lanskap dan habitat, serta membantu membatasi hilangnya keanekaragaman hayati.
Mengurangi ketergantungan pada bahan mentah. Mendaur ulang bahan mentah mengurangi risiko yang terkait dengan pasokan, seperti volatilitas harga, ketersediaan, dan ketergantungan impor.
Membuat lapangan kerja baru dan menghemat pengeluaran konsumen. Pergantian ekonomi linier menuju ekonomi sirkular dapat meningkatkan daya saing, menstimulasi inovasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Mendesain ulang bahan dan produk untuk penggunaan sirkular juga akan meningkatkan inovasi di berbagai sektor perekonomian. Konsumen akan diberikan produk yang lebih tahan lama dan inovatif yang akan meningkatkan kualitas hidup dan menghemat pengeluaran dalam jangka panjang.
Contoh kerusakan alam misalnya penebangan hutan yang tidak terkendali.
Ekonomi linier memerlukan bahan mentah dari pertambangan yang banyak. Ilustrasi tambang tembaga di Chuquicamatae, Chile. (sumber)
Perbedaan secara ringkas antara ekonomi linear dan ekonomi sirkular
Ekonomi Linier
Ekonomi Sirkular
Tahap
ambil – buat – buang
kurangi- pakai ulang – daur ulang
Fokus
Eko-efisiensi
Eko-efektifitas
Batasan Sistem
jangka pendek dari penjualan
jangka panjang, beberapa siklus
Pakai Ulang
downcycling
upcycling, cascading, recycling
Model Bisnis
Fokus pada produk
Fokus pada layanan
Ekonomi sirkular pada dasarnya berbeda dengan ekonomi linier. Sederhananya, dalam ekonomi linier kita menambang bahan mentah yang kita olah menjadi produk yang dibuang setelah digunakan. Dalam ekonomi sirkular, kami menutup siklus semua bahan mentah tersebut. Menutup siklus ini membutuhkan lebih dari sekedar daur ulang. Hal ini mengubah cara di mana nilai diciptakan dan dilestarikan, bagaimana produksi menjadi lebih berkelanjutan dan model bisnis apa yang digunakan. Aspek-aspek tersebut dijelaskan lebih rinci di bawah ini.
Dari bahan mentah baru hingga pelestarian nilai
Sistem sirkular dan sistem linier berbeda satu sama lain dalam cara di mana nilai diciptakan atau dipertahankan. Perekonomian linier biasanya mengikuti rencana langkah demi langkah “ambil-buat-buang”. Artinya bahan mentah dikumpulkan, kemudian diolah menjadi produk yang dapat digunakan hingga akhirnya dibuang sebagai sampah. Nilai diciptakan dalam sistem ekonomi ini dengan memproduksi dan menjual produk sebanyak mungkin.
Apa lagi yang ada dalam ekonomi sirkular? Ekonomi sirkular mengikuti pendekatan 3R: mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang. Penggunaan sumber daya diminimalkan (dikurangi). Penggunaan kembali produk dan suku cadang dimaksimalkan (reuse). Dan yang tak kalah pentingnya, bahan mentah digunakan kembali (daur ulang) dengan standar yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan barang dengan lebih banyak orang, misalnya mobil bersama. Produk juga dapat diubah menjadi layanan, seperti Spotify yang menjual lisensi mendengarkan, bukan CD. Dalam sistem ini, nilai diciptakan dengan berfokus pada pelestarian nilai.
Dari eko-efisiensi hingga eko-efektifitas Perspektif mengenai keberlanjutan dalam ekonomi sirkular berbeda dengan ekonomi linier. Saat menggarap keberlanjutan dalam ekonomi linier, fokusnya adalah pada eko-efisiensi, yang berarti kita berusaha meminimalkan dampak ekologis untuk mendapatkan hasil yang sama. Hal ini akan memperpanjang periode kelebihan beban sistem (Di Maio, Rem, Baldï, dan Polder, 2017). Dalam ekonomi sirkular, keberlanjutan diupayakan dalam meningkatkan efektivitas lingkungan dari sistem. Artinya, tidak hanya dampak ekologis yang diminimalkan, namun dampak ekologis, ekonomi, dan sosial pun positif (Kjaer, Pigosso et al., 2019). Ketika kita fokus pada eko-efektivitas untuk menciptakan dampak positif, kita memperkuat sistem ekologi, ekonomi, dan kemasyarakatan dengan memanfaatkannya. Kita dapat mengilustrasikan perbedaan antara eko-efisiensi dan eko-efektivitas dengan contoh produksi daging sapi. Memelihara sapi untuk diambil dagingnya menghasilkan emisi gas metana, gas rumah kaca yang kuat. Dalam ekonomi linier, produksi daging sapi dibuat lebih berkelanjutan dengan mengubah cara pemberian pakan pada sapi, sehingga sapi mengeluarkan lebih sedikit gas metana untuk jumlah daging yang sama. Hal ini membuat produksi menjadi lebih ramah lingkungan. Dalam ekonomi sirkular, produksi dibuat lebih berkelanjutan dengan tidak membuat daging sapi dari sapi, namun misalnya dengan menciptakan pengganti daging. Sebagai pengganti daging sapi, ditanam tanaman yang berkontribusi terhadap keanekaragaman hayati, lapangan kerja, dan pengelolaan lanskap. Dengan cara ini, dampak ekologis, ekonomi dan sosial dari produksi ‘daging sapi’ meningkat.
Untuk mencapai efektivitas lingkungan, aliran sisa harus digunakan kembali untuk fungsi yang sama (daur ulang fungsional) atau bahkan lebih tinggi (daur ulang) dari fungsi asli bahan tersebut. Hasilnya, nilainya dipertahankan sepenuhnya atau bahkan ditingkatkan. Misalnya: kita menggiling beton menjadi butiran yang digunakan untuk menghasilkan dinding yang sama atau lebih kuat. Hal ini berbeda dengan perekonomian linear. Sistem yang ramah lingkungan biasanya bekerja pada daur ulang (downcycling): suatu produk digunakan kembali untuk aplikasi tingkat rendah yang mengurangi nilai material dan menyulitkan penggunaan kembali aliran material (Bocken, Bakker & De Pauw, 2015; Yayasan Ellen MacArthur, 2014). Misalnya: residu beton diolah menjadi aspal di permukaan jalan. Aspal ini nilainya lebih rendah dan lebih sulit untuk diolah dan/atau digunakan kembali. Model bisnis lainnya Model linier menangani bahan mentah dengan cara yang tidak efisien, karena penekanannya bukan pada konservasi bahan mentah. Dalam ekonomi sirkular, hal inilah yang menjadi fokusnya. Artinya model bisnis lain juga digunakan dalam ekonomi sirkular, dengan lebih menekankan pada jasa dibandingkan produk. Contoh model yang memfasilitasi transisi menuju ekonomi sirkular adalah kombinasi produk-jasa (Product-As-A-Service System), yang dipandang sebagai model untuk mengintegrasikan produk dan layanan (Michelini, Moraes & Cunha et al. , 2017). Contoh luas dari kombinasi produk-layanan adalah sistem printer Xerox, di mana perusahaan menerima printer secara gratis dan membayar per salinan. Sistem ini sangat cocok dengan ekonomi sirkular, karena sebagai produsen, Xerox berkepentingan untuk memastikan printer dapat bertahan lama, dengan dapat memperbaiki dan memperbaruinya. Dalam sistem penjualan linier, produsen seringkali mendapatkan keuntungan jika produknya cepat rusak sehingga dapat menjual produk baru.
Ekonomi sirkular adalah model produksi dan konsumsi yang melibatkan pemakaian bersama, penyewaan, penggunaan kembali, perbaikan, perbaikan, dan daur ulang bahan dan produk yang ada selama mungkin.
Sumber:
The circular economy is a model of production and consumption, which involves sharing, leasing, reusing, repairing, refurbishing and recycling existing materials and products as long as possible1.
Macam-macam Definisi Ekonomi Sirkular
Ada ratusan artikel yang mendefinisikan ekonomi sirkular. Pada tahun 2017 ada studi yang mengkaji 114 definisi ekonomi sirkular. 2
Salah satu definisi yang cukup komprehensif adalah sebagai berikut
“Circular Economy is an economic system that targets zero waste and pollution throughout materials lifecycles, from environment extraction to industrial transformation, and final consumers, applying to all involved ecosystems. Upon its lifetime end, materials return to either an industrial process or, in the case of a treated organic residual, safely back to the environment as in a natural regenerating cycle. It operates by creating value at the macro, meso and micro levels and exploits to the fullest the sustainability nested concept. Used energy sources are clean and renewable. Resources use and consumption is efficient. Government agencies and responsible consumers play an active role in ensuring correct system long-term operation.”3
Terjemahannya
Ekonomi Sirkular adalah sistem ekonomi yang menargetkan nol limbah dan polusi di seluruh siklus hidup material, mulai dari ekstraksi lingkungan hingga transformasi industri, dan konsumen akhir, yang diterapkan pada semua ekosistem yang terlibat. Setelah masa pakainya berakhir, material akan kembali ke proses industri atau, dalam kasus residu organik yang telah diolah, kembali dengan aman ke lingkungan seperti dalam siklus regenerasi alami. Ia beroperasi dengan menciptakan nilai pada tingkat makro, meso, dan mikro serta mengeksploitasi sepenuhnya konsep keberlanjutan yang ada. Sumber energi yang digunakan bersih dan terbarukan. Penggunaan dan konsumsi sumber daya efisien. Instansi pemerintah dan konsumen yang bertanggung jawab berperan aktif dalam memastikan pengoperasian sistem yang benar dalam jangka panjang
Pada tahun 2019, United Nations Environment Assembly mendefinisikan ekonomi sirkular sebagai model ekonomi yang melibatkan semua produk dan material yang dirancang untuk dapat digunakan kembali (reused), diproduksi kembali (remanufactured), didaur ulang (recycled) atau diambil kembali manfaatnya (recovered), dan dipertahankan di dalam kegiatan ekonomi selama mungkin.4
Ellen MacArthur Foundation menyebutkan bahwa ekonomi model ekonomi sirkular merupakan kerangka kerja yang menghasilkan solusi secara sistemik untuk menanggulangi tantangan global, seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, limbah, dan polusi. Kerangka kerja ini memiliki prinsip yang semuanya diarahkan dengan desain, yaitu menghilangkan limbah dan polusi, memutar produk dan material dengan nilai tertingginya, dan regenerasi alam.4
Di Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa dalam The Economic, Social, and Environmental Benefits of a Circular Economy in Indonesia (2021) menyatakan, ekonomi sirkular adalah pendekatan sistem ekonomi melingkar yang tertutup, dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai dari bahan mentah, komponen, serta produk sehingga mampu mengurangi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.4
Ilustrasi Konsep Ekonomi Sirkular
Ilustrasi ini diambil dari artikel 5
Artikel Terkait
The Economic, Social, and Environmental Benefits of A Circula Economy in Indonesia https://www.undp.org/indonesia/publications/economic-social-and-environmental-benefits-circular-economy-indonesia
Ekonomi Sirkular dan Pembangunan Berkelanjutan https://repository.syekhnurjati.ac.id/9350/1/EKONOMI%20SIRKULAR.pdf
Kirchherr J, Reike D, Hekkert M. Conceptualizing the circular economy: An analysis of 114 definitions. Resources, Conservation and Recycling. Published online December 2017:221-232. doi:10.1016/j.resconrec.2017.09.005
3.
García-Barragán JF, Eyckmans J, Rousseau S. Defining and Measuring the Circular Economy: A Mathematical Approach. Ecological Economics. Published online March 2019:369-372. doi:10.1016/j.ecolecon.2018.12.003
4.
Permata DI, Arum S, Tanuwidjaja KD, Evan V, Wicaksono A, Mardikanto A. The Future is Circular Langkah Nyata Inisiatif Ekonomi Sirkular di Indonesia. The Future is Circular Langkah Nyata Inisiatif Ekonomi Sirkular di Indonesia. Published August 1, 2022. Accessed October 23, 2023. https://lcdi-indonesia.id/wp-content/uploads/2022/08/The-Future-is-Circular.pdf
5.
Geissdoerfer M, Pieroni MPP, Pigosso DCA, Soufani K. Circular business models: A review. Journal of Cleaner Production. Published online December 2020:123741. doi:10.1016/j.jclepro.2020.123741